Senin (4/9) — Akhir Agustus lalu seri One Piece yang sudah ditunggu-tunggu para nakama di seluruh dunia ini akhirnya rilis di platform Netflix!
Ulasan ini akan mengandung major spoiler. Jadi, kalau kalian ingin menonton terlebih dahulu, sebaiknya jangan membaca bagian selanjutnya.
Tapi kalau kalian sudah menonton, silakan baca ulasan lengkapnya di bawah!
Pasang Ekspektasi Rendah, One Piece Berhasil Melampauinya!
Karena ini film adaptasi dari anime, pastinya kami termasuk orang-orang yang skeptis dengan seri garapan Netflix satu ini. Jadi, dari awal kami sudah pasang ekspektasi bahwa series ini tidak akan seperti versi anime-nya.
Tapi ternyata seri ini berhasil melampaui ekspektasi kami sebagai sebuah adaptasi. Memang tidak bisa menyamai, namun secara eksekusi seri televisi, menurut kami One Piece berhasil membuat versi Live Action dengan baik.
Kesan pertama dari seri ini, terkesan seperti lagi nonton Diego the Explorer karena dialog Luffy yang terkesan kekanak-kanakan, serta sifatnya yang “bodoh” dan acuh dengan dunia, ditambah dengan setting tempat yang menyenangkan.
Untungnya kami langsung disadarkan bahwa seri ini untuk 16+ tahun ke atas. Sehingga adegan Alvida memukul tengkorak anak buahnya, Zoro memutilasi musuhnya, mengingatkan bahwa kita sedang berada di dunia Bajak Laut.
Bicara soal Bajak Laut, di sini mereka digambarkan benar-benar seram selayaknya Bajak Laut sesungguhnya. Teror penyerangan dan penjarahan yang mereka lakukan bukan terasa adegan komedi seperti versi anime-nya. Menurut kami, ini adalah detil menarik yang disesuaikan dengan rating usianya.
Dari segi cerita, meskipun banyak adegan dan detil-detil yang dihilangkan, menurut kami secara komposisi sudah bagus dan rapi. Tiap episode sudah dibagi sedemikian rupa supaya lebih compact dan tidak bertele-tele. Salah satu hal yang kami suka dari seri ini adalah penempatan adegan kilas balik para karakter utama yang tidak terkesan menambah-nambah durasi. Namun menjadi tambahan konteks, sekaligus motivasi para karakter untuk lepas dari situasi sulit.
Perlu diingat bahwa versi live action ini hanya mengambil garis besar dari cerita aslinya. Sedangkan untuk alur, kemunculan, dan sifat-sifat karakter sudah pasti sudah diatur sedemikian rupa sehingga berbeda dengan versi anime. Sehingga kalau kalian merasa kesal sih wajar-wajar saja.
Kemudian karena tidak ada main villain di series ini, jadinya Garp, yang seharusnya adalah pelawak ulung, malah dijadikan sosok yang tegas, keras, dan terlalu serius untuk menjadi nemesis kelompok Topi Jerami di beberapa episode terakhir seri ini.
Perbedaan karakter juga berasal dari Buggy. Seharusnya di anime ia jadi comic-relief, tapi rasanya dia dibuat terlalu seram daripada lucu. Bacotnya masih ada. Tapi tidak mengundang kita untuk tertawa atas perkataan maupun situasi yang dihadapinya.
Hal utama yang hilang dari series ini tentu saja sisi komedi. Di sini hampir tidak ada komedi sampah (yang sangat lucu) seperti di anime. Kemungkinan besar ini biar tidak ada yang terasa cringe apabila komedinya tidak bisa tersampaikan dengan baik. Karena beberapa guyonan dalam anime-nya pun terkesan tidak realistis. Humor dari seri ini lebih banyak berasal dari sarkasme Nami ke Luffy atau karakter lain. Jadi, bisa dikatakan sisi komedinya sangat minim.
Beberapa adegan dramatis juga entah kenapa malah dipotong. Salah satunya adalah adegan sujud Sanji ke Zeff (dan/atau Baratie) sebelum pamit buat bergabung menjadi anggota Bajak Laut Topi Jerami, membuat saya bertanya-tanya kenapa adegan se-dramatis itu malah dihilangkan.
Akting Oke, Pertarungan Satisfying, Tapi Tetap Belum Sempurna
Masalah akting, untuk ukuran seri Live Action, menurut saya semuanya sudah bisa memerankan karakternya dengan baik. Meskipun pemeran Zoro, yaitu Mackenyu, sepertinya tidak mendapatkan arahan yang pas untuk karakter Zoro. Karena dia terlihat acuh tak acuh saat berada di dalam kru Topi Jerami.
Kritik saya mungkin lebih ke akting yang kurang ekspresif. One Piece yang terkenal dengan komedi dan ekspresi suara yang unik, terasa lebih bland dari masing-masing karakternya.
Untuk aksi, semua mata pasti tertuju pada Zoro si Pemburu Bajak Laut. Pertarungan pedangnya benar-benar satisfying, khususnya duel melawan Mihawk yang sangat ikonik. Sayang hal ini malah bikin Luffy yang seharusnya menjadi spotlight utama, malah terkesan jadi karakter sampingan kalau dilihat dari sisi aksinya yang terbilang minim karena terhalang penggunaan CGI.
Jurus-jurus spesial mungkin memang lebih baik menggunakan dub Jepang saja. Karena cara Inaki Godoy, pemeran Luffy, dan Taz Skylaar, pemeran Sanji, mengucapkan nama jurusnya dengan bahasa inggris terdengar aneh dan cringe. Ini pun dirasakan oleh Zoro dan menganggap mereka berdua aneh.
Berhasil Hadirkan Set dan Kostum Bagus, Namun Kurang dari Segi Pemilihan Karakter
Secara set dan artistik memang patut diacungi jempol. Tempat-tempat ikonik dari anime berhasil ditampilkan dengan baik seperti Baratie yang diperlihatkan di atas. Memang beberapa tempat di-tone down sedemikian rupa untuk menunjang cerita. Misalnya bar-nya Makino yang ditunjukkan saat kilas balik, malah lebih mirip kampung tenda daripada bar yang proper seperti versi anime-nya. Namun, menurut kami, hal ini dimaksudkan supaya Shanks terlihat lebih “membumi” dan dianggap remeh oleh para Bajak Laut.
Kostum tiap karakter menurut saya juga sudah lumayan baik. Penampilan terbaik menurut kami jatuh kepada para villain, yakni Buggy, Arlong, dan Don Krieg, meskipun cuma muncul sekilas. Kami benar-benar takjub dengan cara Krieg memunculkan meriam kecil dari pundaknya menggunakan CGI.
Menurut kami, sebaiknya jangan dibandingkan dengan kostum cosplayer. Karena mereka tidak perlu berakting sedemikian rupa seperti para aktor dan aktris dari seri ini.
Secara pemilihan pemain mungkin bisa lebih diperbaiki lagi. Benn Beckman yang notabene tangan kanan si Shanks, malah diperankan seperti om-om kebanyakan minum bir. Makino juga terkesan seperti emak-emak berusia 40an akhir, sampai Nojiko, saudari Nami, pun terlihat kurang pas karena secara warna kulit seharusnya tidak segelap itu kalau mengacu dari versi anime-nya.
Seri yang Asik untuk Diikuti Tanpa Ekspektasi!
Sebagai fans One Piece, saya menikmati seri ini dari awal sampai akhir. Meskipun beberapa adegan atau karakter yang berbeda (bahkan abstain), membuat saya kadang garuk-garuk kepala dan membuat kami bertanya “Emang dulu gini ya?”.
Tapi karena dari awal sudah memasang ekspektasi serendah mungkin, kami jadi benar-benar menikmati dan malah tertarik untuk menonton versi anime-nya dari awal.
Seri Live Action ini sudah tayang di Netflix sejak tanggal 30 Agustus 2023 kemarin dan memiliki delapan episode dengan durasi kurang lebih satu jam saja. Kalau kalian tertarik, silakan tonton di platform tersebut, ya!