Mungkin kalian akan cukup kaget karena saya, yang jarang sekali mengulas game sulit, justru menulis artikel tentang game dengan tingkat kesulitan tinggi dari segi gameplay. Namun, Eternal Strands berhasil membuat pengalaman keluar dari zona nyaman ini terasa cukup menyenangkan, meskipun tidak sempurna.

Kali ini, saya akan mengulas Eternal Strands, sebuah game action-adventure di mana kalian akan menghadapi pertarungan epik melawan raksasa dengan kekuatan elemental magic serta beragam senjata, sambil menjelajahi dunia yang telah lama hilang.

Penasaran tentang ulasan lengkapnya? Simak selengkapnya dibawah ini!


Judul Game: Eternal Strands
Game Developer: Yellow Brick Games
Diulas oleh Kiki Rimadina
Untuk platform PC (Steam)

Game Action-Adventure dengan Elemen Naratif

Kita bermain sebagai Brynn, seorang Weaver yang tengah melakukan ekspedisi bersama sekelompok Weaver lainnya untuk mencari artefak magis di perbatasan sebuah kota terlantar, Enclave. Namun, secara tak terduga, Brynn berpapasan dengan seekor drake yang menghalangi misinya, sehingga ia terpaksa menyimpang dari tujuan utamanya.

Setelah berusaha melawan, Brynn akhirnya diselamatkan oleh seorang Ark, makhluk berbentuk patung yang tiba-tiba hidup kembali setelah Brynn mengaktifkan kekuatan magisnya. Ark tersebut membawa Brynn dan kelompok Weaver-nya ke tempat yang aman. Namun, tanpa disangka, mereka justru dibawa masuk ke dalam Enclave.

Tentunya, sebagai Weaver, misi utama (Main Quest) yang kita kerjakan di game ini adalah mencari tahu lebih dalam tentang Enclave dan membantu anggota Weaver lainnya untuk bertahan hidup.

Untuk Side Quest, Eternal Strands mengemasnya dalam bentuk Companion Quest, di mana kita mengabulkan permintaan pribadi dari para anggota Weaver lainnya. Di sini, kita juga dapat mengetahui lebih dalam tentang latar belakang para Weaver, menyaksikan character development karakter lainnya, dan bahkan memiliki kemampuan untuk memilih percakapan. Namun, sayangnya, alih-alih membuat saya semakin tertarik, percakapan ini terasa seperti sebuah PR yang harus saya lalui demi melanjutkan ke misi selanjutnya. Kebanyakan Companion Quest ini pun berbentuk fetch mission yang terkesan monoton setelah lama dikerjakan.

Walaupun desain karakter di game ini sangat baik, saya kurang merasakan koneksi naratif dengan para karakter. Hal ini sangat disayangkan, mengingat desainnya yang unik dan menyatu sangat baik dengan latar cerita serta dunia game.

Apakah Ini Shadow of the Colossus? Tentu Saja Bukan!

Mungkin hal pertama yang terlintas di benak kalian saat melihat game ini adalah Shadow of the Colossus, karena kalian bisa memanjat makhluk raksasa untuk melawannya. Namun, saat memainkannya, mekanik dalam game ini justru lebih mengingatkan saya pada Dragon’s Dogma, di mana pertarungan bisa berlangsung dengan tempo lebih cepat jika kita sudah memahami strateginya.

Dalam quest Epic Hunt, terdapat dua jenis raksasa yang bisa dilawan, masing-masing memiliki titik kelemahan yang dapat kita eksploitasi untuk mengalahkannya lebih cepat. Tentunya, ini dilakukan dengan memanjat raksasa tersebut serta mencari potion atau peningkatan (upgrade) yang membantu kita bertahan saat melawan mereka. Hadiah dari mengalahkan Epic Boss ini berupa sumber daya yang sangat berharga untuk crafting serta Strand, yang berguna untuk meningkatkan magic power Brynn.

Salah satu mekanik menarik yang menjadi pelengkap dalam setiap Epic Hunt adalah sistem panjat (climbing) dan tingkat stamina. Mekanik ini mengingatkan saya pada The Legend of Zelda: Breath of the Wild, yang tidak hanya meningkatkan tingkat kesulitan, tetapi juga menambah variasi saat bertarung.

Selain memanjat musuh, Brynn juga dapat memanjat gedung, yang bisa dimanfaatkan untuk melawan Epic Boss, bertahan dari serangan musuh-musuh yang lebih kecil, dan mencapai area terpencil. Namun, salah satu masalah yang banyak dikomentari oleh pemain—termasuk saya—adalah feel dari mekanik panjat ini yang masih terasa cukup kaku dan kurang fluid. Meskipun tetap playable, pengalaman memanjat dalam game ini tidak senyaman dalam game lain dengan mekanik serupa.

Secara garis besar, pengalaman bertarung dalam game ini cukup seru dan memuaskan, terlebih dengan adanya tantangan cuaca yang bisa membuat beberapa pertarungan menjadi lebih sulit. Setiap bos juga memiliki titik lemah yang bervariasi, sehingga kita harus menggunakan kombinasi senjata dan potion yang tepat. Sebagai seseorang yang masih newbie dalam genre ini, saya cukup menikmati tantangan serta mekanik pertempuran melawan Epic Boss di game ini.

Brynn mengekstrak Strand dari Epic Ark

Tak Hanya Monster Epic, Tapi Dunia yang Menantang!

Sejak awal tutorial game, kita diperkenalkan dengan tiga jenis kekuatan elemen atau Strand yang sangat berguna, tidak hanya untuk melawan musuh, tetapi juga untuk melewati lingkungan ekstrem di beberapa area. Game ini juga memiliki siklus siang dan malam, yang tentunya mempengaruhi tingkat kesulitan musuh di waktu tertentu.

Kinetic, Frost, dan Flame Power memiliki penggunaan serta desain yang menurut saya cukup realistis, sehingga memberikan variasi saat bertarung. Misalnya, ada musuh yang harus dibekukan terlebih dahulu agar lebih mudah dikalahkan, sementara ada juga musuh yang melemparkan bola api yang dapat memberikan damage berkelanjutan. Efek ini tidak hanya berasal dari musuh, tetapi juga dari lingkungan serta senjata yang bisa kita buat.

Efek realistis seperti api yang dapat membakar lingkungan atau es yang bisa membuat musuh tidak bisa bergerak menjadi elemen yang unik dari Eternal Strands. Jika kebanyakan game hanya menggunakan kekuatan elemen sebagai sumber damage, Eternal Strands membawa konsep ini ke tingkat yang lebih tinggi dengan memberikan penekanan lebih pada interaksi elemen dengan lingkungan sekitar, serta menghadirkan efek yang terasa lebih realistis.

Leveling Melalui Crafting dan Upgrade

Sistem leveling dalam game ini tidak hanya bergantung pada peningkatan Strand dari pertempuran melawan Epic Boss, tetapi juga melalui crafting serta peningkatan senjata dan armor. Material untuk crafting dapat diperoleh dengan mengalahkan musuh atau melakukan foraging.

Pengumpulan material dalam game ini terasa cukup intuitif, di mana hampir semua elemen di dunia dapat dihancurkan untuk dijadikan bahan. Misalnya, untuk mendapatkan Carved Resource, kita bisa menebang pohon dan memperoleh Softwood. Memecahkan batu dapat menghasilkan Forged Resource, bahkan batu yang sudah ada bisa dipanaskan untuk meningkatkan kualitas Forged Resource yang diperoleh. Semakin tinggi kualitas material, tentu semakin sulit didapatkan, tetapi dapat memberikan peningkatan stats yang signifikan.

Fitur yang paling saya sukai dari sistem crafting ini adalah tambahan mekanik Reforged dan Dismantle. Dengan Reforged, kita tidak selalu harus melakukan peningkatan (upgrading) untuk menaikkan stats, tetapi cukup mengganti beberapa material dengan kualitas yang lebih tinggi. Sementara itu, jika kalian mendapatkan blueprint senjata atau armor yang lebih baik, kalian bisa menggunakan Dismantle untuk membongkar peralatan lama dan menghemat material.

Namun, menurut saya, sistem leveling seperti ini juga memiliki kekurangan. Jika karakter terasa terlalu lemah, kita harus melakukan grinding terlebih dahulu untuk mengumpulkan material sebelum bisa melakukan upgrade. Meski begitu, saya rasa sistem ini masih jauh lebih baik dan lebih cocok dengan gameplay Eternal Strands dibandingkan sistem leveling tradisional yang bergantung pada EXP.

Menyenangkan Walaupun Tidak Sempurna

Sebagai seseorang yang ingin mengeksplorasi genre lain, Eternal Strands adalah game action-adventure yang patut dicoba. Namun, sebaiknya jangan menetapkan ekspektasi terlalu tinggi atau membandingkannya dengan judul-judul legendaris yang telah saya sebutkan sebelumnya.

Meskipun merupakan game indie, Eternal Strands dikembangkan oleh talenta dari studio AAA seperti Ubisoft dan Bioware. Dengan pengalaman mereka dalam merancang game berkualitas tinggi, hasilnya adalah game dengan standar yang solid, tetapi tetap memiliki kebebasan kreatif khas studio indie.

Game ini menawarkan gameplay yang sederhana tanpa banyak gimmick, proses onboarding yang cukup mudah tanpa terlalu banyak penuntun, cerita yang straightforward, serta gameplay yang tidak punishing, seperti sistem portal dan kemampuan mengumpulkan kembali beberapa material setelah mati.

Dengan harga yang cukup terjangkau dan kebutuhan grafis yang tidak terlalu menuntut, menurut saya, Eternal Strands layak diberi kesempatan—terutama bagi kalian yang ingin mengeksplorasi genre baru, seperti saya di tahun ini.


Ikuti kabar-kabar terbaru dari The Lazy Monday melalui:
Youtube Instagram X | Tiktok