Jakarta, 15 April — Kali ini diberi kesempatan untuk mengulas versi preview dari Tainted Grail The Fall of Avalon! Penasaran gimana gimnya? Simak ulasan selengkapnya di bawah!
Diulas oleh Teo Ariesda
Untuk versi PC
Perlu aku garisbawahi kalau ini masih Preview, bukan Review, karena cuma membahas versi patch 0.9 yang baru mencakup Act 1 dari total 3 Act yang telah dipersiapkan oleh developer-nya. Karena ini belum final, selain belum lengkap secara konten, pastinya akan ada banyak bug, glitch, atau berbagai hal lain yang belum balance dalam gim ini.
Lalu, karena gim dengan genre dan gameplay seperti ini yang pernah aku mainkan sebelumnya adalah The Elder Scrolls V: Skyrim, aku akan mengasosiasikan dan membandingkan gim ini dengan gim buatan Bethesda tersebut. Walaupun, lagi-lagi perlu digarisbawahi, gim ini berasal dari pengembang yang tidak punya budget besar. Jadi, kalian bisa mengantisipasi bahwa beberapa poin akan terasa outdated di zaman sekarang.
Tainted Grail The Fall of Avalon Angkat Kisah King Arthur dengan Twist Dark Fantasy
Tainted Grail The Fall of Avalon mengangkat mitologi King Arthur dan pedang Excalibur, tapi dengan twist dark fantasy yang membuat ceritanya semakin menarik. Bukan kisah tentang King Arthur yang mencabut pedang Excalibur, melainkan tentang apa yang terjadi setelah ia berhasil menyelamatkan nasib rakyatnya dari wabah mematikan yang dikenal sebagai The Red Death.
Beratus-ratus tahun setelah kematian King Arthur, wabah tersebut kembali muncul dan memunculkan kabut supranatural bernama The Wyrdness.Tainted Grail The Fall of Avalon berlatar di Avalon, sebuah wilayah yang awalnya penuh harapan bagi umat manusia, namun kini mulai hancur karena kehadiran wabah dan kabut tersebut.
Di sini, kalian akan berperan sebagai seorang stranger yang mengidap penyakit Red Death dan dipenjara. Kalian kemudian diselamatkan oleh seseorang bernama Caradoc, yang percaya bahwa satu-satunya cara menyelamatkan umat manusia adalah dengan menghancurkan sisa-sisa peninggalan King Arthur yang tersebar dalam beberapa barang, seperti pedang Excalibur dan berbagai bagian lainnya yang belum diungkap dalam versi Early Access Tainted Grail The Fall of Avalon.
Karena saat ini baru tersedia Act 1, masih banyak cerita yang akan diungkap di Act berikutnya. Act 1 sendiri bisa diselesaikan dalam waktu kurang lebih belasan jam. Dengan asumsi durasi setiap Act-nya serupa, kalian butuh waktu sekitar 45–60 jam untuk menamatkan gim ini secara menyeluruh, termasuk menyelesaikan berbagai side quest-nya.
Karena berlatar di area yang berada di ambang kehancuran—dan mungkin juga karena keterbatasan anggaran—hub, desa, atau tempat berkumpul manusia di gim ini memiliki jumlah penduduk yang sangat minim. Meski begitu, setiap NPC yang kalian temui memiliki skrip dialog yang berbeda-beda, dan hampir semuanya menawarkan side quest yang bisa kalian selesaikan. Jadi secara tidak langsung, kalian didorong untuk berinteraksi dengan semua NPC untuk mendengarkan cerita mereka, sekaligus menyelesaikan quest yang tidak terlalu kompleks karena bantuan marker yang memudahkan proses penyelesaian.
Percabangan cerita di sini juga cukup menarik. Ada beberapa pilihan yang bakal mempengaruhi jalan cerita, khususnya dari segi keberpihakan kalian. Karena ini masih preview, aku pribadi belum mencoba-coba apakah pilihan jawaban tersebut akan berdampak se-signifikan itu terhadap cerita. Tapi dengan adanya percabangan ini, replayability dari gimnya jadi menarik untuk dieksplorasi lebih lanjut.
Overall, Tainted Grail: The Fall of Avalon menawarkan cerita dan lore yang menarik. Misteri Wyrdness, Red Death, Red Priest, dan semacamnya—hingga rahasia kelam King Arthur itu sendiri—menawarkan versi alternatif dari mitologi Arthurian dengan sudut pandang yang berbeda. Aku cenderung menunggu-nunggu akan dibawa ke mana arah ceritanya.
Meskipun sepertinya dari premis yang aku ceritakan tadi kalian sudah bisa menebak siapa salah satu Final Boss dalam gim ini, cerita dan lore-nya mungkin adalah satu-satunya hal yang bikin kalian tertarik untuk memainkan Tainted Grail The Fall of Avalon. Karena, ya, untuk gameplay-nya sendiri masih banyak hal yang perlu diperbaiki oleh pengembangnya. Tapi kita simpan dulu pembahasannya untuk poin-poin selanjutnya.
Eksplorasi yang Cukup Menyebalkan Karena Mekanik Fast Travel-nya
Eksplorasi di sini cukup simpel dan minim obstacle karena rutenya cenderung clear. Rasanya hampir nggak mungkin kesasar karena petunjuk di mini map-nya cukup jelas. Aku pribadi lebih memilih buat guling-guling karena lebih praktis dan nggak menghabiskan stamina juga. Sebenarnya, di sini disediakan kuda yang bisa kalian dapatkan di area tertentu. Tapi entah kenapa, movement-nya terasa kurang mantap dan feels-nya agak aneh.
Tainted Grail The Fall of Avalon memang minim random encounter, tapi bukan berarti kalian nggak bakal menemukan area atau hal tertentu yang menarik. Kalian mungkin akan bertemu NPC atau landmark yang memperkaya cerita atau lore dari gim ini. Cuma agak disayangkan, map-nya yang besar ini nggak selalu dibarengi dengan pengalaman yang rewarding saat mengunjungi area tertentu. Mirip seperti yang aku rasakan di Black Myth: Wukong—banyak area besar yang sebenarnya nggak ada apa-apanya. Agak disayangkan, sih.
Untuk eksplorasi di malam hari, aku pribadi sangat nggak menyarankan, karena view distance kalian benar-benar jadi minimum sampai nggak kelihatan apa-apa. Penggunaan torch atau api unggun juga nggak membantu banyak. Kombinasi malam hari yang gelap ditambah minimnya musik bikin suasana makin seram, karena kalian nggak bakal tahu bakal ketemu musuh seperti apa. Ini jadi alasan kenapa aku jarang banget eksplorasi di malam hari. Tapi, di malam hari kalian bisa farm sebuah material yang bisa digunakan sebagai energi untuk fast travel dan juga untuk unlock berbagai fitur seperti Alchemy di api unggun.
Kalian bisa bikin api unggun di mana saja untuk istirahat dan skip waktu, cuma biasanya kalian bakal terbangun di tengah malam kalau tempatnya terlalu terbuka atau dekat dengan spawn musuh. Di api unggun ini kalian bisa memasak, istirahat, atau naik level.
Fitur memasak ini cukup tricky dalam hal mencari kombinasi yang pas. Kalian bisa mendapatkan resep lewat quest tertentu atau beli di shop. Dan seperti di Skyrim, makanan di gim ini juga menjadi sumber healing tambahan, meskipun secara mekanik lebih ke arah faster regeneration daripada instant healing seperti di Skyrim. Secara teknis memang lebih masuk akal sih.
Ngomongin soal fast travel, di sini kalian nggak bisa melakukannya seenak jidat kayak di Skyrim. Kalian harus isi “bensinnya” dulu pakai material tertentu yang bisa didapatkan di malam hari seperti yang aku singgung sebelumnya. Lumayan ribet dan mengurangi pace dari gimnya, bikin kalian nggak bisa satset ke sana ke mari sebelum farming material itu.
Untuk fast travel-nya, seharusnya bisa lebih seamless tanpa harus mencari material terlebih dahulu. Karena dengan banyaknya quest, kalian bisa bolak-balik ke area tertentu beberapa kali. Tapi ini mungkin cara pengembangnya untuk bikin waktu bermainnya terasa lebih panjang juga.
Grafisnya Terasa Outdated, Tapi Dark Fantasy-nya Tersampaikan
Secara grafis, memang Tainted Grail The Fall of Avalon terlihat sangat-sangat outdated kalau dibandingkan dengan gim-gim sejenis yang rilis dalam beberapa tahun terakhir. Tapi setidaknya, visualnya masih sesuai dengan tema dark fantasy yang coba diangkat. Kalau dibandingkan dengan Skyrim yang rilis 14 tahun lalu, gim ini lebih mirip Oblivion dengan grafis yang sedikit lebih matang.
Aku pribadi suka dengan tema dark fantasy yang diangkat, karena mampu menghadirkan beragam musuh dengan desain yang menarik dan beberapa di antaranya juga cukup menyeramkan. Cuma ya, dari segi grafis memang nggak spesial dan kurang polish. Visual memang bukan kekuatan utama dari Tainted Grail The Fall of Avalon, karena fokus utamanya lebih ke sisi narrative.
Meskipun grafisnya biasa aja dan cenderung outdated, setidaknya mereka cukup invested dalam aspek dialog karakter yang proper. Nggak cuma dari segi teks, tapi juga dari sisi audionya. Seperti yang sudah aku sebutkan sebelumnya, setiap NPC di sini punya dialog yang berbeda-beda dan bahkan masing-masing menawarkan quest yang membuat kalian nggak ingin melewatkan mereka.
Nah, hal ini juga diperkuat dengan pengisian suara di tiap karakter. Memang nggak perfect, tapi aku appreciate usaha yang dilakukan pengembangnya dari segi voice acting.
Kombat First-Person yang Masih Perlu Banyak Perbaikan
Simpelnya, ini adalah what if Skyrim sama Soulslike punya anak. First-person dengan combat yang cukup awkward dan damage musuh yang lumayan nggak ngotak. Gameplay-nya sangat-sangat-sangat susah di awal, bahkan di difficulty normal sekalipun. Melee dan perspektif first-person memang bukan kombinasi yang pas—kecuali kalau kalian pakai panah, ya. Ditambah hitbox yang lumayan spesifik, serangan melee-nya cukup mudah untuk miss karena beberapa ayunan menyerang secara vertikal. Geser sedikit, dan serangan kalian bisa miss seketika.
Untuk panah sendiri juga nggak kalah tricky. Aku sering miss karena pakai controller, yang bikin cukup sulit untuk aiming. Tingkat kesulitannya juga meningkat karena setiap kalian menahan panah untuk aiming, stamina kalian bakal terkuras dengan sangat cepat.
Satu lawan satu mungkin masih oke, asalkan bukan melawan boss. Tapi lebih dari itu, kalian kudu lincah buat dodge ke sana ke mari sambil memperhatikan stamina buat survive.
Sistem parry pakai perisai di sini juga, sorry to say, goblok banget. Kalau kalian main Dark Souls dan semacamnya, parry seharusnya lebih rewarding daripada block biasa, kan? Nah, di Tainted Grail nggak begitu. Karena stamina kalian bakal langsung kesedot banyak cuma buat parry, sedangkan block malah mengurangi stamina lebih sedikit dan cuma menghasilkan sedikit damage. Ini adalah alasan kenapa aku nggak pernah melakukan parry dan lebih pilih block biasa aja—setidaknya sampai akhir dari Act 1.
Aku kurang paham apakah ini bergantung sama job yang kalian pilih di awal, tapi seharusnya sih enggak, ya, karena sama-sama memulai dari level 1. Sangat aneh parry pakai perisai bisa lebih stamina consuming daripada parry pakai senjata. Yah, semoga mereka bisa memperbaiki masalah ini di versi full-nya nanti, karena kalian bakal ngerasa annoying banget sama sistem parry-nya ini. Tapi CMIIW, karena bisa aja yang aku lakukan sebenarnya adalah Shield Bash dan bukan parry—jadinya sangat stamina consuming.
Level-level awal memang bisa dibilang neraka. Bahkan kalian mungkin bakal kesulitan menyelesaikan Main Quest di awal karena boss fight di akhir yang terasa nggak fair. Sepertinya ini emang keinginan dev-nya yang pengin kita lebih banyak eksplor dan juga leveling, tapi menurutku ini desain yang buruk sih untuk sebuah gim dengan genre seperti ini—meskipun beberapa orang sudah bilang kalau ini memang game susah. Tapi seiring naik level dan menemukan senjata ajaib, setidaknya Tainted Grail The Fall of Avalon bisa terasa lebih forgiving—meskipun sebagian besar waktu aku lebih memilih ambil jarak aman dan menyerang pakai panah sakti yang bisa mengundang petir saat di-charge penuh.
Yes, di sini selain senjata biasa, ada beberapa senjata yang mempunyai efek khusus yang setidaknya bikin aku cukup excited. Mulai dari serangan petir sampai ombak—beberapa efek serangan ini memberi sedikit rasa arcade dari senjata yang bisa dinikmati, di tengah gimnya yang terbilang mid.
Untuk AI-nya sendiri terbilang cukup simpel, ya. Mereka bakal berhenti mengejar setelah jarak tertentu. Mereka juga kesulitan melewati obstacle tertentu dan memilih untuk memutar demi mencapai posisi kalian. Jadi, kalian bisa melakukan positioning ulang dan menghabisi mereka satu per satu. Karena lagi-lagi, nggak make sense saat dikepung lebih dari satu musuh—kecuali kalian sudah overlevel.
Untuk sementara, mereka masih menghadirkan combat first-person saja. Tapi sekarang sedang mempersiapkan third-person, yang akan membuatnya jadi lebih mirip Skyrim.
Aneka Ragam Boss Fight yang Menarik
Untuk boss fight sendiri, aku cukup excited, karena dari Act 1 ini kalian bakal bertemu berbagai macam musuh. Mulai dari Necromancer, Prajurit Super, Monster Batu, dan semacam Makhluk Laut dengan serangan tebasan pedang yang bisa mengeluarkan serangan ombak. Intinya, variasi musuhnya bisa kalian apresiasi—di tengah sistem kombatnya yang masih perlu banyak hal untuk diperbaiki.
Di sini juga tersedia semacam bounty hunting buat memburu berbagai Outlaws atau kelompok penjahat. Memang, sebagian besar adalah musuh manusia—setidaknya untuk Act 1. Tapi sebagai orang yang selalu menunggu adanya musuh opsional yang bisa dilawan, ini adalah challenge sampingan yang menarik sebagai tambahan konten dan salah satu sumber duit yang simpel. You do it, you get the money.
Skill Tree yang Sangat Mirip dengan Gim Buatan Bethesda
Untuk Skill Tree, secara konsep sangat Skyrim banget, ya. Ada beberapa poin yang bisa kalian tingkatkan buat mendapatkan pasif tertentu untuk memperkuat karakter. Bedanya, di sini mereka juga menerapkan upgrade atribut yang mirip gim-gim soulslike dan semacamnya. Di satu sisi menarik karena build-nya semakin kompleks, tapi di sisi lain cukup merepotkan karena beberapa senjata mengharuskan kalian mencapai atribut tertentu supaya efektif. Inilah yang menyebabkan kalian harus memilih class tertentu yang bakal kasih tambahan expertise di beberapa abilities, selayaknya gim soulslike. Mekaniknya sih kurang lebih mirip gim FallOut yang memungkinkan kalian mengambil ability tertentu setelah mencapai angka atribut yang dibutuhkan. Cuma, di sini kalian nggak perlu mencapai atribut tertentu buat ambil abilities. Jadi, secara pilihan memang lebih leluasa. Cuma kudu benar-benar memikirkan distribusi stats buat menggunakan senjata tertentu.
Untuk meningkatkan beberapa metrics seperti One-Handed, Light Armor, Cooking, dan semacamnya, sangat mirip Skyrim. Kalian cukup menggunakan senjata, diserang musuh, memasak, dan yang paling mudah adalah meningkatkan Athleticism dan Evasion yang selalu meningkat saat berlarian di map dan melakukan dodge atau jumping. Nggak ada yang baru dari mekanik ini. Tapi setidaknya elemen stats dan skill tree ini cukup menarik dan bikin kalian makin selektif saat menciptakan build favorit.
Dark Fantasy RPG yang Susah Banget di Awal!
Overall, aku pribadi suka sama tema yang diangkat, NPC dengan dialog dan side quest-nya, serta percabangan cerita yang ditawarkan. Cuma elemen-elemen lain rasanya terasa sangat outdated, ditambah dengan combat yang terlalu sulit walau tingkat kesulitannya cuma di tingkat normal.
Untuk sebuah gim yang udah ngerilis versi Early Access-nya pada tahun 2023 dan belum full release juga sampai sekarang, masih banyak banget PR yang harus diselesaikan sama pengembangnya. Jadi, aku pribadi buat sekarang masih belum bisa menyarankan kalian buat membeli Tainted Grail The Fall of Avalon, karena dengan harga Rp300 ribuan, masih banyak opsi lain yang lebih baik. Tapi perlu diingat, ini adalah gim AA dan pengembangnya bukanlah studio ber-budget besar seperti Bethesda yang bisa membuat sebuah gim fantasy RPG dengan sangat flawless. So, be easy dengan penilaian gimnya, tapi tetap objektif dengan mempertimbangkan waktu perilisan gim ini di tahun 2025.
Gimana pendapat kalian tentang gim ini, guys? Apakah kalian tertarik untuk mencobanya?
Ikuti kabar-kabar terbaru dari The Lazy Monday melalui:
Youtube | Instagram | X | Tiktok