Diperbincangkan di banyak kalangan membuat saya sebagai pengamat film penasaran dengan horor yang disajikan pada film The Medium. Dari Tiktok sampai Instagram pun banyak yang me notice bahwa ini film memiliki terror yang luar biasa epic. Bahkan sampai filmmaker Indonesia yaitu Joko Anwar memuji-muji bahwa The Medium adalah salah satu horror terbaik yang pernah ia tonton melalui Instastory milik nya. Saya sendiri mengecap bahwa The Medium adalah The Beauty Culture Horror, lantas kenapa saya menjuluki dengan hal tersebut? Simak review Berikut.
The Medium memiliki sebuah penceritaan yang berbeda, dimana ia mengambil point of view sekumpulan orang yang ingin membuat film dokumenter tentang dukun yang menganut Shamanism di Thailand, dimana ajaran ini masih kental dengan ajaran Buddhis di bagian Timur Laut Thailand. Disini mengambil posisi dari banyak orang yang terkait seperti Nim seorang dukun yang dipercaya mampu berkomunikasi dengan seseorang yang ada di dunia roh. Lalu kakak dari Nim yang Bernama Noi memiliki anak Mink yang katanya dirasuki oleh sosok Jin yang jahat dikarenakan ia menolak untuk menjadi seorang dukun. Lalu disini Mink membantu Noi untuk menyelamatkan Mink dalam penyembuhan nya dirasuki oleh roh jahat.
Formula yang dilakukan pada film ini sebenarnya mirip dengan formula yang dilakukan film horor legendaris Indonesia yaitu “Keramat” sama sama membawa point of view ala ala dokumenter yang melihatkan perjuangan crew film dokumenter untuk mengeksplorasi hal yang berani dan menantang diri sendiri. Namun pada The Medium sangat membawa unsur budaya di timur laut Thailand yang benar, benar kental. Seperti yang sudah saya sebutkan tadi tentang Shamanism, budaya yang dipercayai oleh orang sana dapat berbicara dengan roh yang sudah tidak ada. Bahkan tidak hanya itu kita para penonton juga diberitahu bagaimana adat istiadat yang banyak dieksplorasi dan dikenalkan kepada para penonton diluar Thailand agar mengetahui bagaimana adat dan tradisi yang berada pada bagian timur laut Thailand tersebut.
Budaya yang diangkat itulah yang menjadi bumbu penyedap pada film ini, karena kita juga dapat related dengan yang Namanya Kesurupan dan hal ghaib lainnya yang di deliver pada film ini. Melihatkan teror yang di tahap awal terbilang biasa-biasa saja namun plot yang dibangun pada babak awal tidak kalah menyenangkan nya dimana kita diperkenalkan tokoh per-tokoh dengan perlahan membuat kita kenal dan dekat dengan tokoh-tokoh yang ada. Di Babak tengah penonton sudah banyak mengerti mengenai background masalah dari film ini, jadi kita pasti meninggalkan banyak pertanyaan di otak kita sebenarnya apa yang terjadi dengan daerah dan Mink? Kenapa begini? dan kenapa begitu?. Itu semua akan terjadi saat kita mengetahui plot tengah pada film ini. Lalu di babak akhir kita dihujani dengan teror yang mematikan yang mampu membuat kita mungkin tidak dapat tidur dan bertanya-tanya apakah yang saya tonton tadi benar atau tidak? Saking mengerikannya pada babak akhir film ini.
Babak akhir pada film ini benar benar seperti mengumpulkan peluru dari babak awal dan tengah lalu menembakan peluru yang sudah dikumpulkan pada babak awal sangat terasa di tembak dengan teror yang mengerikan. Pasalnya di awal dan ditengah tidak terasa banyak hal yang mengerikan dan seperti ya sudah lah kita hanya diberi tahu sesuatu yang disturbing, namun di akhir benar benar merubah mindset saya bahwa ini adalah horor yang mengerikan yang pernah saya tonton dengan pemikiran logis yang akurat.
Menggabungkan dokumenter dengan banyak nya bumbu budaya kepercayaan garis keras membuat penonton pasti bertanya-tanya apakah orang thailand di lautan timur benar-benar seperti itu?. Harus mengikuti banyak tradisi seperti menjadi sebuah dukun jika suda terpilih, akan menderita dan dihukum sang roh jika tidak mau menjalani hidup nya sebagai dukun.
Tidak hanya hal tersebut yang menarik namun juga di akhir film sepertinya menjadi sebuah kritik sosial terhadap seorang dukun dan menjadi ironi saja yang dari awal sampai akhir menceritakan bahwa budaya nya itu seperti a sampai z tiba-tiba di scene akhir menunjukan hal yang ambigu dan membuat sebuah pertanyaan besar di penonton. Tentu scene ini tidak bisa penulis sebutkan apa karena sangat mengandung spoiler berat.
Jujur saya adalah orang yang jarang sekali mengamati film-film Thailand bisa dibilang, jadi menurut saya film ini membawa actor dan aktris yang kurang dikenal internasional mungkin. Namun hal tersebut adalah hal yang sangat benar, jika ingin membuat film bergaya dokumenter memang akan gagal jika actor nya kelas kaliber internasional. Maka dari itu dengan tidak membawa actor gede film ini pasti membuat pertanyaan bagi para penonton apakah kejadian tersebut benar atau tidak.
Walaupun membawa aktor-aktor yang kurang terkenal bukan berarti actor dan aktris pada film ini tidak maksimal dari segi acting, jika kalian berpikir demikian maka salah besar, actor dan aktris film ini memiliki kekuatan akting yang luar biasa natural pas dengan gaya yang diambil yaitu dokumenter.
Seperti hal nya Nim yang di perankan oleh Sawanee Utoomma yang saya kira beliau benar-benar dukun, karena dari cara dia meng impersonated dukun benar-benar meyakinkan penonton. Saya sendiri takjub dengan akting dari Sawanee ini, ibu ibu yang penuh dengan optimisme akan keyakinan nya Bersama roh yang sudah tidak ada ini menakjubkan buat saya pribadi.
Terlebih penampilan dari karakter Mink yaitu Narilya Gulmongkolpech, ini si yang saya geleng-geleng Ketika melihat peran dari Mink, super duper ngeri dan membuat saya sendiri takut Ketika ngeliat muka Mink saat dikendalikan oleh iblis jahat. Bagaimana dia meneror dan cara dia untuk mengganggu itu benar-benar disturbing pasti di Sebagian orang, terutama saya.
Segi teknis yang membuat beberapa orang pasti tidak nyaman yaitu camera Handheld movement yang pastinya jika dokumenter memang pergerakan kamera pastinya tidak menggunakan pergerakan yang stabil namun memang seperti dipegang tangan, maka dari itu saya sering menemukan orang mengeluh terhadap pergerakan kamera yang katanya membuat Sebagian penonton merasa mual dan tidak kuat akan hal tersebut. Tapi menurut saya sih tidak, bahkan justru dengan hal tersebut benar -benar terlihat dokumenter saja, terlebih gambar yang diambil terlihat begitu cantik dari segi Look & Mood dimana terlihat unsur budaya dan horor yang begitu pekat.
In the end ini menurut saya adalah horror dengan culture Shaminism yang penuh estetika dari segi apapun. Kita berbicara mengenai unsur budaya sangat dapat, bagaimana film ini meneror kita juga dapat, dari pengambilan gambar juga terlihat begitu indah nya tradisi dari laut timur Thailand ini. Maka dari itu saya sangat merekomendasikan ini film untuk kalian yang sangat mencintai film horror. Karena The Medium memiliki keindahan dari segala aspek teknis maupun penceritaan.