Peradaban manusia sudah berakhir tanpa ada yang menyadari. Konflik antara kubu surga dan neraka menjadikan peradaban manusia yang kita kenal, punah sebagai akibat peperangan. Manusia yang kini hidup damai dalam ilusi pun kini harus mulai menerima kenyataan. Segala kejadian aneh yang terjadi hingga makhluk misterius yang terus memakan korban mulai harus diakui eksistensinya oleh masyarakat.
Inilah Shin Megami Tensei V. Kembali menerapkan formula yang sama dengan franchise yang kita kenal selama ini, perjalanan sekuel terbaru Shin Megami Tensei kembali membawa kita terjun ke dalam pertempuran besar antara Tuhan dan demon. Shin Megami Tensei V pun tetap mengukuhkan identitasnya sebagai hardcore JRPG menjadikannya kembali sebagai game yang tidak didesain untuk semua orang, berbeda dengan “anak”-nya, Persona. Namun tidak ujuk hanya mendelegasikan apa yang sudah dibawa pendahulunya, Shin Megami Tensei V tetap hadir dengan elemen unik miliknya sendiri menjadikan game ini tetap layak untuk diulas.
Disclaimer dulu sebelumnya kalau review ini datang dari gue yang lebih banyak menghabiskan porsi permainan di Persona. Sebut saja macam Persona 3, 4, dan 5, Persona 4 Arena, Persona Q di Nintendo 3DS, dan Persona Dancing yang isinya cast-cast Persona, tapi kini pada joget. Untuk Shin Megami Tensei sendiri, gue baru pernah pegang Shin Megami Tensei III: Nocturne yang rilis dulu di PlayStation 2 dan seinget gue sepertinya gue juga belum tamat game-nya.
Anak Kelas 3 SMA yang Terjun dalam Perebutan Tahta Semesta
Shin Megami Tensei V kembali menghadirkan silent protagonist yang tidak pernah berbicara layaknya prekuel-prekuelnya. Anak 3 SMA dari Jouin High School ini harus menerima takdirnya yang tidak jadi pulang ke asrama dan kini harus terlibat dalam pertempuran antara kubu surga dan neraka. Bertemu dengan seorang demon bernama Aogami, sang protagonist kini menjalani hidupnya membasmi demon sebagai legenda berjalan yang dikatakan dapat mengubah dunia, Nahobino.
Secara keseluruhan cerita gue suka. Ini tetaplah seri Shin Megami Tensei yang kalau bawa cerita selalu liar bawaannya. Mau dunia hancur lebur atau ada siapa yang mati, itu semua tetap di-deliver ke pemainnya. Tanpa mikirin perasaan yang main itu diguncang sebagaimana rupa. Apalagi selama perjalanan cerita di game ini, kalian akan menemukan rasa bahwa ending–nya tidak akan berakhir dengan yang namanya selebrasi atau pesta, melainkan lebih ke rasa lega. Lega tentunya karena seluruh tragedi ini kini menemui titik akhir.
Metode penyampaian cerita di Shin Megami Tensei V juga sangat memanjakan mata. Nggak jarang kita sebagai pemain cukup sering diberikan custcene yang secara animasi sangat keren dengan penempatan angle kameranya yang juga mewah. Setiap sesi dialog yang terjadi juga dibumbui dengan gestur tubuh serta ekspresi wajah yang ekspresif menjadikan setiap percakapan yang ada menjadi sangat nikmat untuk diikuti. Walau memang di fase-fase awal, cerita dari game ini terasa cukup lama untuk sampai di titik semuanya mulai menarik.
Sayangnya, gue kembali merasakan apa yang gue dulu rasakan saat bermain SMT Nocturne. Entah apakah semua seri Shin Megami Tensei begini, tapi karakter-karakter disini terasa sekali hanya sekedar menjadi penggerak plot dengan filosofi mereka masing-masing tanpa punya peran lebih yang cukup membuat gue sebagai pemain mengingat mereka. Dari segi karakterisasi sebenarnya semuanya on-point dengan separasinya yang sangat jelas akan trait dan sifat masing-masing yang terasa unik satu sama lain. Secara pembawaan pun tidak ada yang membosankan. Tetapi kurangnya detail dan penceritaan background dari karakter-karakter ini bikin gue pribadi tidak memiliki emotional attachment dengan siapa pun.
Cukup banyaknya twist yang diberikan kepada karakter-karakter di Shin Megami Tensei V juga memberikan kesan yang tiba-tiba akibat dari penyampaian cerita di game ini yang kurang runtut. Gue sendiri merasa kesalahan ini datang bukan dari karakternya, tetapi lebih ke narasinya yang sangat straight dan lurus terus tanpa memberikan waktu dan porsi yang cukup untuk kita sebagai pemain bisa mengenal lebih dekat dengan karakter-karakter sampingan yang menemani petualangan kita.
Serupa Nocturne, namun dengan Bumbu Lebih Modern
Masuk ke gameplay it’s a usual turn-based JRPG dengan adopsi sistem Turn Press yang sama dengan yang gue temukan di SMT Nocturne. Shin Megami Tensei V tetapi membawa mekanik baru bernama Magatsuhi dimana mekanik ini bila bar-nya penuh, kita memiliki akses untuk menggunakan skill-skill dengan beragam efek. Mulai dari guaranteed critical, double effect dari buff dan debuff, hingga ke skill-skill pure offensive untuk damage ke musuh.
Kehadiran mekanik Magatsuhi ini cukup menambah varian warna dalam penerapan strategi kita dalam bermain. Terlebih juga fakta kalau musuh-musuh hingga boss disini juga punya akses ke Magatsuhi menjadikan mekanik ini seakan pedang bermata dua. Penambahan mekanik ini sebenarnya terasa tidak wajib ada, tapi kehadirannya patut untuk diapresiasi.
Semua demon hingga Nahobino sendiri memiliki akses untuk skill Magatsuhi yang berupa guaranteed critical, namun untuk varian skill Magatsuhi lainnya akan tergantung dengan ras demon yang hingga Talisman yang kita bawa. Talisman sendiri bisa didapatkan melalui leveling demon, bicara dengan NPC, hadiah dari menyelesaikan quest, hingga dari membuka chest. Jadi tidak semua skill Magatsuhi bisa diakses dalam suatu pertarungan.
Beberapa demon hingga Nahobino juga memiliki beberapa exclusive skill yang ketika diaktifkan akan menghadirkan visual animasi yang keren serta unik. Efek-efek skill-nya sendiri biasa saja bila dibaca dari teksnya, tetapi delivery ke animasi tiap demon ini menggunakan skill-nya benar-benar memanjakan mata. Terlebih lagi Nahobino yang memiliki cukup banyak exclusive skill menjadikan dirinya pun memiliki banyak animasi serangan. Dirinya yang secara design-wise sudah keren menjadi semakin keren dengan animasi-animasi skill-nya yang luar biasa indah. Tidak jarang gue tidak skip saat bertarung karena gue ingin saja untuk melihat demon-demon yang gue bawa keluarin animasi skill mereka yang keren.
By the way untuk proses review Shin Megami Tensei V ini, gue main di difficulty Normal dan sejauh ini gue ga menemukan kesulitan yang berarti sampai bisa buat gue rage quit. Ya memang ada beberapa kali gue mati entah saat lawan boss atau sekedar melawan demon-demon level cere, tapi matinya gue ini masih bisa dimaklumi datang dari kesalahan gue pribadi yang mungkin salah pilih skill atau salah bawa demon yang sesuai. Gue selalu merasa setiap pertarungan yang sulit ini masih di koridor yang sangat mungkin untuk diselesaikan.
Strategi memang faktor paling krusial di game ini. Terlebih dengan hanya tersedianya manual save menjadikan kita sebagai pemain memiliki dua opsi, lebih bijak dalam memilih tindakan atau rajin-rajin save. Menurut gue pribadi pemilihan akan skill apa yang dibawa jauh lebih penting ketimbang level. Walaupun memang semakin besar level Nahobino kita, semakin banyak juga akses untuk demon-demon level tinggi yang menghadirkan skill-skill lebih beragam untuk membantu kita melawan boss-boss ke depan. Gue bahkan pernah merasa overleveled dengan demon-demon di suatu area ini, namun mereka masih bisa membuat gue mati yang harusnya secara level-wise itu tidak mungkin. Pemilihan skill hingga affinity yang dimiliki seperti kuat lemahnya demon hingga Nahobino kita terhadap suatu element jauh lebih penting ketimbang mengejar level tinggi dan sekedar besar-besaran damage.
Menjelajahi Gurun Pasir Penuh Setan
Move on dari battle mechanic, kita masuk ke aspek lain yang cukup bikin gue jatuh cinta sama ini game, yaitu eksplorasinya. Gue benar-benar takjub dengan keputusan Atlus untuk membuat Shin Megami Tensei V menjadi semi open-world, berbeda dengan SMT Nocturne atau mungkin seri Persona 3 dan 4 yang memang sebagai dungeon crawler game betul-betul menghadirkan dungeon yang cukup sempit. Cukuplah untuk menakuti mereka yang punya claustrophobia.
Di dunia Shin Megami Tensei V bernama Da’at, kita diberikan dunia yang cukup luas dengan beragam environment yang menguji platforming skill kita sebagai pemain hingga visual yang memiliki nilai stand out-nya masing-masing. Tidak hanya horizontal-nya yang luas, melainkan vertikal-nya pun juga luas. Menjadikan dunia Da’at yang terlihat sempit, namun terasa sangat padat dan kompleks dengan desain duniannya yang dijamin bikin mondar-mandir.
Secara garis besar, map Da’at yang disajikan sebenarnya linear karena sangat terlihat dengan kita sebagai pemain di-spawn pertama kali di suatu ujung area dan menyelesaikan map-nya dengan menghampiri ujung area lainnya. Jadi sangat terasa ada titik start dan finish. Tetapi eksekusinya dengan menghadirkan banyak cabang jalan hingga entry rahasia di sepanjang jalan menjadikan kita digugah untuk menelusuri setiap sudut map dengan harapan menemukan entah quest, chest, hingga mungkin secret boss.
Da’at pun menghadirkan tower system yang diwakilkan dengan eksistensi suatu monster bernama Abscess. Abscess disini berperan untuk menutup beberapa visual area map kita menjadikan monster satu ini harus bisa dikalahkan sesegera mungkin supaya penglihatan kita terhadap area map tidak terhalang. Betul-betul mirip dengan tower system yang hadir pada game-game open-world miliknya Ubisoft. Mengalahkan Abscess pun nggak gampang-gampang susah karena monster satu ini punya tingkat kesulitan yang hampir sedikit dibawah kalau pembandingnya dengan side boss atau mini boss. Selain buka visual map, mengalahkan Abscess juga memberikan kita tambahan variasi Miracles dimana pembahasannya akan hadir bila masuk ke sesi building character.
Bicara soal eksplorasi, gue punya beberapa keluhan dimana yang pertama adalah perihal kameranya. Gue sering cukup terganggu sama camera movement-nya yang kalau masuk area sempit atau padat malah zoom in ke karakter kita membuat area penglihatan jadi terasa sempit. Terlebih layar Nintendo Switch juga nggak gede-gede banget. Situasi inilah yang bikin gue di banyak situasi memutuskan untuk main di versi dock. Secara frame rate cukup halus karena bisa running uncapped di 60FPS. Hanya saja frame rate ini kalau kena di area luas di Da’at terbilang cukup ga stabil. Naik turunnya nggak parah-parah banget , tapi sangat noticeable. Hal ini-lah yang membuat gue menyayangkan dengan grafis dan detail dunia dari game ini yang begini bagus, tapi harus kena limitasi dari hardware si Nintendo Switch yang belum mampu menopang performa maksimalnya.
Keluasan Fleksibilitas Build yang Wajib Dibudidayakan
Sekarang kita masuk pembahasan terakhir yaitu mengenai building karakter-nya yang cukup luas. Hal ini sejalan dengan apa yang gue bicarain sebelumnya soal melawan boss dan demon di game ini. Disini kita bisa mendesain build demon hingga Nahobino dari segi skill hingga affinity kuat lemahnya terhadap element dengan menggunakan Essence. Modifikasi ini cukup luas karena setiap demon memiliki essence-nya sendiri yang bisa didapatkan melalui sejumlah aktivitas seperti quest atau dari membuka chest. Kita dapat mengkreasikan demon yang kita punya dengan menggabungkannya menggunakan essence demon lain.
Kebebasan build ini tentunya akan menjadi senjata ampuh bila dibarengi dengan pemahaman akan siapa yang kita lawan. Kita bisa mendesain party kita dengan demon berisikan skill yang mampu mengekspoitasi kelemahan lawan kita. Sebagai contoh, gue pernah mati beberapa kali melawan suatu boss yang punya serangan elemen force dan kelemahan elemen api. Akhirnya gue niatin build party gue semua demon affinity-nya kuat terhadap elemen force dan memiliki skill berbasis api untuk satu boss ini. Alhasil boss yang gue lawan jauh lebih mudah dikalahkan ketimbang sebelum gue persiapan. Bahkan gue tidak menggunakan skill atau item healing sama sekali.
Tapi kembali lagi, dengan adanya kebebasan build berikut tidak menjadikan brute force sebagai jawaban atas semua masalah karena varian musuh dan boss yang ada tentunya memiliki mekanik yang berbeda-beda. Bahkan gue sempat melawan musuh yang bisa mengunci pergerakan gue dengan satu party gue dibikin tidur. Pernah juga turn-turn gue terbuang sia-sia karena sibuk mengembalikan darah satu party gue untuk bertahan hidup karena satu boss ini damage-nya sakit mampus. Overall, building karakter ini memang sangat wajib dilakukan, tapi tetep harus dibarengi dengan strategi yang juga matang.
Miracles yang sebelumnya sudah disinggung pun merupakan fitur yang cukup membantu. Miracles ini adalah sejumlah ability permanen yang sangat membantu banget buat permainan kalian. Isi katalognya pun beragam-ragam mulai dari yang bisa nyembuhin HP dan MP, nambahin slot skill dan slot buat demon yang kita bawa, sampai ke pure buff–buff buat Nahobino kayak mastery skill buat element api atau listrik atau bahkan skill–skill support.
Salah satu concern gue mengenai build karakter ini tertuju hanya kepada sang protagonist, si Nahobino. Nahobino akan mendapatkan 4 poin stats setiap naik level dimana 3 diantaranya terdistribusi secara otomatis menyisakan 1 point untuk kita bebas mau berikan ke stats apa. Terlihat bahwa sistem ini merupakan balancing supaya Nahobino kita tidak terlalu overpowered dengan memiliki suatu stat yang bisa lebih tinggi daripada yang lain. Tapi tentunya gue lebih prefer 4 point stats ini diberikan saja full control-nya kepada pemain supaya kita bebas mau mendistribusikan point ini ke stats yang mana.
Kesimpulan: Tokyo Sarang Setan / 10
Kesimpulannya, Shin Megami Tensei V benar-benar berhasil mengundang gue yang menghabiskan lebih banyak porsi di Persona dan hanya memainkan SMT Nocturne. Gue rasa hal ini pun akan berlaku ke kalian yang sama kayak gue yang terjun ke franchise ini karena dari Persona. Untuk newcomer pun, well it’s Shin Megami Tensei. Cukup sulit tapi nggak sampai untuk nggak mungkin diselesaikan. Dari segi cerita juga semuanya sesuai ekspetasi, masih sama dengan tipikal cerita SMT yang gue kenal dimana ini dunia post-apocalyptic dan kita terlibat dengan pertempuran kubu surga dan neraka. Paling hanya satu harapan gue untuk Atlus dan SEGA supaya bisa merilis Shin Megami Tensei V ini ke lebih banyak platform, terlebih ke mesin-mesin yang lebih mampu menyokong potensi seluruh game ini ketimbang membiarkannya berakhir di Nintendo Switch.